SIDANG KELILING DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) LINTAS PULAU: STRATEGI MEWUJUDKAN ACCESS TO JUSTICE BAGI MASYARAKAT PERBATASAN
Oleh: Wachid Baihaqi, S.H.I., M.H.[1] & Juan Maulana Alfedo, S.H.[2]
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi lembaga peradilan, khususnya dalam mewujudkan akses terhadap keadilan (access to justice) bagi masyarakat perbatasan. Jika ditinjau dari kacamata Hak Asasi Manusia (HAM), akses terhadap keadilan (access to justice) merupakan hak setiap warga negara untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan.[3] Oleh karena itu, lembaga peradilan harus melakukan serangkaian upaya untuk memenuhi hak akses terhadap keadilan (access to justice) tersebut kepada seluruh masyarakat, termasuk kepada masyarakat perbatasan.
Secara sosiologis, masyarakat perbatasan memiliki berbagai kendala untuk memperoleh hak akses terhadap keadilan (access to justice). Kendala-kendala tersebut meliputi jarak tempuh ke lokasi Pengadilan yang sangat jauh, sulitnya akses transportasi serta biaya berperkara dan operasional yang tidak sedikit. Hal ini sebagaimana dialami oleh para pencari keadilan di kawasan Sungai Guntung, Kecamatan Kateman, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Secara geografis, kawasan Sungai Guntung merupakan bagian utara Kabupaten Indragiri Hilir dan berada di perbatasan Riau daratan dan Riau Kepulauan. Adapun untuk akses ke Pengadilan Agama di wilayah tersebut yakni Pengadilan Agama Tembilahan, masyarakat sekitar harus menempuh perjalanan jalur laut selama 5 sampai 6 jam perjalanan menggunakan transportasi speedboat dengan biaya kurang lebih Rp. 200.000 (Dua Ratus Ribu Rupiah) per orang untuk sekali perjalanan.[4]
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para pihak yang berperkara di kawasan tersebut, sebagian besar masyarakat berasal dari kalangan kurang mampu sehingga terkendala dari segi biaya perkara dan transportasi ke Pengadilan Agama Tembilahan. Selain itu, para pihak merasa enggan untuk menyelesaikan perkaranya ke Pengadilan Agama Tembilahan karena jarak tempuh yang sangat jauh. Bahkan dalam penelusuran penulis ditemukan bahwa masih banyak sekali pasangan suami istri yang sudah tidak harmonis (pisah rumah dan/atau pisah ranjang) dalam jangka waktu yang cukup lama, namun status perkawinannya belum dinyatakan sah bercerai secara hukum negara.
Melihat permasalahan sosiologis tersebut, Pengadilan Agama Tembilahan sebagai salah satu lembaga peradilan yang memiliki kompetensi relatif di kawasan tersebut berkewajiban untuk mengatasi berbagai persoalan hukum yang dialami oleh Masyarakat di Sungai Guntung. Pengadilan Agama Tembilahan menginisiasi sebuah inovasi di bidang layanan peradilan yang dikenal dengan sebutan “Sidang Keliling dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau”. Inovasi tersebut merupakan bagian dari program kerja sekaligus sebuah strategi untuk mewujudkan akses terhadap keadilan (access to justice) bagi masyarakat pencari keadilan, khususnya masyarakat yang terkendala jarak yang jauh, transportasi serta biaya yang cukup besar apabila berperkara secara langsung di Pengadilan Agama Tembilahan.[5]
Pelaksanaan Sidang Keliling dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau di kawasan sungai guntung dilaksanakan di sebuah tempat khusus yang disebut sebagai Balai Sidang Pengadilan Agama Tembilahan Sungai Guntung.
Gambar 1.
Balai Sidang Pengadilan Agama Tembilahan Sungai Guntung
|
Gambar 2.
Ruang Sidang
|
|
|
Gambar 3. Meja PTSP
|
Sumber: Humas Pengadilan Agama Tembilahan
Gambar diatas merupakan potret Balai Sidang Pengadilan Agama Tembilahan Sungai Guntung. Para pihak yang berperkara dan akan melangsungkan persidangan menunggu di Ruang Tunggu dengan tertib (Lihat Gambar 1). Selanjutnya Panitera Pengganti akan memanggil para pihak secara berurutan untuk memasuki Ruang Persidangan. Di Ruang Persidangan para pihak akan melangsungkan proses persidangan dengan Majelis Hakim yang ditunjuk untuk menangani perkara (Lihat Gambar 2). Setelah proses persidangan selesai dan Majelis Hakim mengabulkan permohonan para pihak, selanjutnya para pihak akan diarahkan ke Meja PTSP untuk memperoleh layanan pengembalian sisa panjar biaya perkara. Selain layanan tersebut, di Meja PTSP masyarakat juga dapat memperoleh layanan informasi dan konsultasi berperkara, pengambilan Akta Cerai, pengambilan salinan putusan hingga pendaftaran perkara (Lihat Gambar 3).
Secara statistik, Pada tahun 2022 ini Pengadilan Agama Tembilahan telah melangsungkan sidang keliling dan PTSP Lintas Pulau di Balai Sidang Sungai Guntung sebanyak 2 kali. Pada tanggal 10 Maret 2022, terdapat 22 perkara yang disidangkan yang terdiri dari 10 Perkara Cerai Talak dan 12 Perkara Cerai Gugat.[6] Sedangkan pada 19 Mei 2022, terdapat 18 perkara yang disidangkan yang terdiri dari 16 Perkara Cerai Gugat dan 2 Perkara Cerai Talak.[7]
Tabel 1.
Jadwal Sidang Keliling Pengadilan Agama Tembilahan Tanggal 19 Mei 2022
Sumber: http://sipp.pa-tembilahan.go.id/
Data diatas menunjukkan bahwa cerai gugat merupakan jenis perkara dengan jumlah terbanyak di kawasan Sungai Guntung. Jika dilihat dari subjek hukumnya, perkara cerai gugat diajukan oleh pihak istri sebagai penggugat, artinya pihak istri merupakan pihak yang dirugikan (korban)[8] dari pihak suami (Tergugat). Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di persidangan, terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian di kawasan Sungai Guntung antara lain:
- Kurangnya tanggungjawab pihak suami (tergugat) kepada istri (penggugat) dalam memberikan nafkah lahir dan batin;
- Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT);
- Penyalahgunaan obat-obat terlarang;
- Judi.
Ditinjau dari segi normatif, Sidang Keliling dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau di Sungai Guntung tersebut tentu memiliki dasar hukum yang jelas dalam pelaksanaannya. Adapun dasar hukumnya adalah Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahakamah Syari’ah dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan Akta Kelahiran dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
Pasal 1 angka 5 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 menjelaskan bahwa:
“Sidang Keliling adalah sidang Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang dilakukan di luar gedung Pengadilan baik yang dilaksanakan secara berkala maupun insidentil”[9]
Jika mengacu ketentuan pasal tersebut, Pengadilan Agama Tembilahan secara normatif memiliki legal standing yang jelas dalam melaksanakan sidang keliling di kawasan Sungai Guntung.
Selanjutnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau Pengadilan Agama Tembilahan dari segi tujuannya juga telah selaras dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 yang berbunyi:
“Pelayanan Terpadu bertujuan untuk:
- Meningkatkan akses terhadap pelayanan di bidang hukum;
- Membantu masyarakat terutama yang tidak mampu dalam memperoleh hak atas akta perkawinan, buku nikah dan akta kelahiran yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.[10]
Selanjutnya, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014, juga mengatur ketentuan terkait sidang keliling. Adapun ketentuannya dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 yang berbunyi:
“Sidang di Luar Gedung Pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara tetap, berkala atau sewaktu-waktu oleh Pengadilan di suatu tempat yang ada di dalam wilayah hukumnya tetapi diluar tempat kedudukan gedung Pengadilan dalam bentuk sidang keliling atau Sidang di Tempat Sidang Tetap.”[11]
Makna Pengadilan dalam ketentuan tersebut dijabarkan lebih lanjut didalam Pasal 1 angka 3 yang berbunyi:
“Pengadilan adalah Pengadilan pada lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara.”[12]
Mengacu ketentuan pasal tersebut, Pengadilan Agama Tembilahan sebagai salah satu Pengadilan yang berada di lingkungan Peradilan Agama juga memiliki legal standing yang jelas untuk melaksanakan sidang keliling. Selanjutnya dalam Ketentuan Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 dijelaskan bahwa:
“Pengadilan dapat melaksanakan layanan sidang di luar gedung pengadilan untuk mempermudah setiap warga negara yang tidak mampu atau sulit menjangkau lokasi kantor Pengadilan karena hambatan biaya atau hambatan fisik atau hambatan geografis.”[13]
Mengacu ketentuan pasal tersebut, kawasan Sungai Guntung yang mengalami hambatan fisik dan geografis merupakan target kawasan yang tepat dalam pelaksanaan sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Tembilahan. Selanjutnya dalam ketentuan pasal 18 ayat 1 dijelaskan bahwa:
“Sidang di luar gedung Pengadilan dapat dilaksanakan dalam bentuk sidang di tempat sidang tetap atau sidang keliling atau kantor Pemerintah setempat seperti Kantor Kecamatan, Kantor KUA Kecamatan, Kantor Desa atau gedung lainnya”[14]
Jika dikaitkan dengan ketentuan pasal tersebut, pelaksanaan sidang keliling di kawasan sungai guntung di sebuah tempat bernama Balai Sidang dapat dikategorikan kedalam gedung lainnya sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal diatas.
Jika ditinjau dari sisi asas-asas peradilan, pelaksanaan Sidang Keliling dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau Pengadilan Agama Tembilahan merupakan perwujudan 4 (empat) asas yakni asas keadilan, asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, asas non diskriminatif serta asas efektivitas dan efisiensi.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para pihak berperkara di Balai Sidang Sungai Guntung, masyarakat sangat antusias dan memberikan respon positif terhadap program Sidang Keliling dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau yang diselenggarakan oleh Pengadilan Agama Tembilahan. Masyarakat merasa banyak terbantu dalam memperoleh hak akses keadilan (access to justice), biaya perkara yang murah, biaya transportasi yang tidak besar serta membantu penyelesaian masalah hukum yang sedang mereka alami.
Harapannya, pelaksanaan Sidang Keliling dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Lintas Pulau yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Tembilahan dapat mencapai tujuan yang diharapkan kepada para pencari keadilan seperti:
- Meringankan biaya perkara masyarakat perbatasan khususnya bagi kalangan kurang mampu secara ekonomi untuk tetap dapat memperoleh layanan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama;
- Mewujudkan akses keadilan (access to justice) bagi masyarakat yang sulit menjangkau Pengadilan karena terkendala jarak, biaya dan geografis;
- Memudahkan masyarakat untuk dapat memperoleh informasi dan berkonsultasi terhadap masalah hukum yang sedang dialaminya;
- Memberikan perlindungan dan pemenuhan hak asasi masyarakat di bidang hukum dan peradilan;
- Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan dan non diskriminatif bagi seluruh lapisan masyarakat.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BIODATA PENULIS
DATA PRIBADI
|
Nama
|
Wachid Baihaqi, S.H.I., M.H.
|
Tempat/Tanggal Lahir
|
Indragiri Hilir, 3 Juli 1981
|
NIP
|
198107032007041001
|
RIWAYAT PENDIDIKAN
|
S1
|
Institut Agama Islam Sulthan Thaha Saifuddin Jambi (2006)
|
S2
|
Yayasan Perguruan Tinggi Padang Universitas Ekasakti (2017)
|
RIWAYAT PEKERJAAN
|
2007
|
Cakim/CPNS Pengadilan Agama Bangko
|
2010
|
Hakim Pengadilan Agama Kotobaru
|
2016
|
Hakim Pengadilan Agama Lubuk Sikaping
|
2019
|
Hakim Pengadilan Agama Tembilahan
|
2020
|
Wakil Ketua Pengadilan Agama Siak Sri Indrapura
|
2021
|
Ketua Pengadilan Agama Siak Sri Indrapura
|
2022-Sekarang
|
Ketua Pengadilan Agama Tembilahan
|
RIWAYAT PENGHARGAAN
|
2017
|
Satya Lancana Karya Satya X
|
DATA PRIBADI
|
Nama
|
Juan Maulana Alfedo, S.H.
|
Tempat/Tanggal Lahir
|
Bojonegoro, 26 Juni 1999
|
NIP
|
199906262022031003
|
RIWAYAT PENDIDIKAN
|
S1
|
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (2021)
|
RIWAYAT PEKERJAAN
|
2020
|
Editor Jurnal Klinik Hukum Rewang Rencang
|
2021
|
Legal Researcher P. Hadisaputro Law Office
|
Staff Member of Parliament DPR RI
|
2022-Sekarang
|
CPNS Analis Perkara Peradilan Pengadilan Agama Tembilahan
|
RIWAYAT PENGHARGAAN
|
2018
|
Juara 1 Essay Kopma IPB
|
Best Paper Legislative Drafting Diponegoro Law Fair
|
2019
|
Gold Medal Asian Youth Innovation Awards Malaysia
|
Juara 1 Essay Kopma UNNES
|
Juara 1 Paper Marvelaw UNNES
|
Juara 2 dan Berkas Terbaik Legislative Drafting PHN UNS
|
Juara 2 Essay Competition of Cendekia UNSRI
|
2020
|
Silver Medal Thailand Inventors Day
|
Juara 1 KTI PPATK
|
Mahasiswa Berprestasi 3 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
|
Juara 2 Legislative Drafting UII Law Fair
|
Juara 3 Constitutional Drafting PLF UNPAD
|
Juara 2 Essay Airlangga Bojonegoro Community
|
2021
|
Best Participant Certified Public Speaking Professional IEEL Institute.
|
2022
|
Juara 2 Lomba Foto Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia
|
RIWAYAT PUBLIKASI
|
2019
|
Elaboration Law Concept Pada Mutual Legal Assistance Sebagai Upaya Penanggulangan Cybercrime Transnational Industri 4.0
Jurnal Legislatif, 32-54
|
2020
|
Re-Tax (Restaurant Waste Tax) : Pemberlakuan Pajak Untuk Menekan Dampak Limbah Restoran Demi Terwujudnya Indonesia Sebagai Poros Kelestarian Lingkungan Dunia.
Jurnal Hukum Lex Generalis (JHLG) 1 (8), 1-17
|
Conceptualizing The Floating Court Based On E-Floating Court To Realizing Public Service The Justice System In The Fourth Industrial Revolution Era.
Lex Scientia Law Review 4 (1), 112-124
|
Analisis Kasus Penyebaran Berita Bohong Terkait Covid-19 di Sumatera Selatan dalam Perspektif Hukum Pidana.
Jurnal Hukum Lex Generalis (JHLG) 1 (4), 29-42
|
Sistem Informasi Pencegahan Korupsi Bantuan Sosial (Si Pansos) di Indonesia: Rumusan Konsep dan Pengaturan.
Integritas : Jurnal Anti Korupsi 6 (2), 283-296
|
2021
|
Kebijakan Formulasi Deferred Prosecution Agreement Dalam Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Di Indonesia.
Hukum Student Journal, 2021/10/02
|
Supervision Mining System: Rekonstruksi Pengawasan Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Berkeadilan Sosial di Indonesia.
Jurnal Hukum Lex Generalis (JHLG) 2(11), 1017-1038.
|
Access Rights of the Electronic Fiduciary Registration System for Corporation in Indonesia.
Corporate and Trade Law Review 1 (2), 154-167
|
2022
|
Islamic Sex Education Program: Transformasi Pendidikan Pesantren Guna Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual di Kalangan Santri. Mizan Journal of Islamic Law 6 (1), 1.
|
Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama, Sahkah?. https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/poligami-tanpa-izin-pengadilan-agama-sahkah-oleh-juan-maulana-alfedo-s-h-17-5
|
[1] Ketua Pengadilan Agama Tembilahan.
[2] Analis Perkara Peradilan, Pengadilan Agama Tembilahan.
[3] Muhammad Latif Fauzi, Efektivitas Sidang Keliling (Studi di Pengadilan Agama Wonogiri), Jurnal Al-‘Adalah, Volume 14, Nomor 2, 2017, hlm. 373.
[8] Jika mengacu Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017, pihak istri dalam perkara cerai gugat dapat disebut sebagai Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Adapun definisi Perempuan Berhadapan dengan Hukum menurut peraturan ini adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi atau perempuan sebagai pihak. Oleh karena itu, hakim dalam menangani perkara cerai gugat harus berpedoman pada peraturan tersebut agar dapat menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan.
[9] Lihat Pasal 1 angka 5 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahakamah Syari’ah dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan Akta Kelahiran.
[10] Lihat Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahakamah Syari’ah dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan Akta Kelahiran.
[11] Lihat Pasal 1 angka 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
[12] Lihat Pasal 1 angka 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
[13] Lihat Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
[14] Lihat Pasal 18 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.